NASIONALISME DAN ISLAM
Oleh: Azwirman
Nasional/ Nation artinya, Negara atau Bangsa yang menjadi bagian dari negara-negara yang ada di dunia. Isme adalah paham atau konsep dalam diri yang menjadi ideologi seseorang yang pada akhirnya menjiwai seseorang itu, idealisme lebih tepat untuk menggambarkannya. Kecintaan seseorang pada sesuatu itu amat melekat dalam dirinya sehingga menjadi sebuah penjiwaan yang sulit untuk dirubah apalagi ditukar dengan yang lain. Semangat ini pada puncaknya membuat seseorang itu rela mati demi mempertahankan ismenya itu. Terlepas apakah idealisme nya salah atau benar menurut pandangan khalayak ramai.
Jadi Nasionalisme dapat diartikan sebagai semangat kecintaan kepada bangsa atau negaranya sehingga mereka tidak rela apabila bangsa dan negaranya dilecehkan atau dihina apalagi dijarah dan dijajah oleh bangsa lain, negara lain apapun alasannya dan apapun bentuknya penjajahan itu.
Bagi saya yang awam ini konsep Nasionalisme itu sederhana saja dan tidak perlu menggunakan teori yang ribet bahkan diseminarkan pula dengan durasi yang cukup panjang dan menelan biaya yang besar. Dengan slogan dan yel-yel yang dihapal setiap sebentar “Saya Indonesia Saya Pancasila, Nkri Harga Mati”. untuk apa slogan itu dihafal kalau tidak kita amalkan. Bukan anti dengan slogan, cuma ingin menyampaikan bahwa slogan saja tidak cukup yang lebih penting adalah pengejewantahan dari apa yang diucapkan itu dengan baik dan benar. Jangan sampai kita terjebak dengan Sloganisme.
Untuk apa kita sangat hafal dengan slogan, akan tetapi kita tidak pernah menerapkan apa yang kita sebut-sebut tiap sacah (sebentar) itu. Yang lebih celakanya apabila slogan ini dipaksakan untuk diverbalkan ke khalayak ramai maka dipastikan akan terjadi benturan. Terkesan Sok Pancasilais dan Nasionalis dan menganggap orang lain itu tidak Pancasilais seperti kita. Yang terjadi adalah kekeliruan konsep Nasionalis Pancasilais jadinya. Alih-alih semangat persatuan, yang terjadi justru perpecahan dimana-mana. Sepakat?
Dalam islam konsep Nasionalisme atau di istilahkan dengan rasa kecintaan dan kebanggaan kita terhadap bangsa dan negara, diletakkan setelah kecintaan dan kebanggaan kita terhadap islam dan ajarannya. Dalam islam kecintaan kita kepada Allah dan rasul Nya adalah diatas segala galanya. Setelah itu kita boleh meletakkan kecintaan kita kepada yang selainnya. Cinta kepada keluarga, karib kerabat, suku dan bangsa atau kaum adalah kecintaan kita setelah Allah dan rasul Nya, sahabat, para ulama dan kaum muslimin dimanapun berada.
Rasulullah dan para sahabat sudah memberikan contoh yang gamblang dalam sejarah peradaban islam. Misalnya, ada seorang sahabat yang bernama Mus’ab bin Umair yaitu seorang pemuda Mekah yang parlente karena berasal dari kaum terpandang dan kaya-raya, sampai sampai Rasulullah saw pernah berkata: “kalau ada tercium bau harum semerbak maka dipastikan bahwa Mus’ab akan segela datang dan melewati tempat kita ini”.
Mus’ab yang pada awalnya seorang pemuda kaya dan dimanja oleh kedua orang tuanya akhirnya Allah swt melembutkan hatinya dan menerima hidayah islam. Sontak mendengar kabar itu membuat keluarga besar Mus’ab menjadi terkejut dan marah besar. Yang paling kecewa waktu itu tentu adalah ibunya. Pada suatu ketika setelah dibujuk dan dirayu agar Mus’ab mau kembali memeluk agama nenek moyang mereka dan ini tidak mempan maka, ibunya Mus’ab melakukan strategi mogok makan. Ibunya tidak akan makan dengan harapan Mus’ab mau meninggalkan Islam yang sudah tertanam dalam diri Mus’ab dan kembali kepada agama nenek moyangnya. Pada mulanya Mus’ab terkejut dan agak bergoncang namun, akhirnya Mus’ab menemukan jawabannya yang sangat fenomenal: “seandainya ibu punya seratus nyawa dan keluar satu persatu maka aku tidak akan meninggalkan islam ini”. melihat keteguhan anaknya maka ibunya Mus’ab akhirnya mengalah dan membiarkan Mus’ab dengan keimanannya. Mus’ab adalah salah seorang duta Rasulullah ke Madinah. Sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah Mus’ab adalah salah seorang diantara sahabat yang diutus oleh Rasulullah ke Madinah untuk mengenalkan dan mendakwahkan islam, yang akhirnya penduduk Madinah sebagian besar masuk islam dan menerima kehadiran Rasulullah SAW.
Peristiwa hijrahnya nabi dan para sahabat dari Mekah ke Madinah adalah contoh nyata bagaimana rasul dan para sahabat meninggalkan tanah air tercinta demi mempertahankan islam. Bukan berarti nabi dan para sahabat tidak mencintai kampung halamannya. Diceritakan bagaimana sedihnya para sahabat waktu itu mereka harus meninggalkan keluarga, harta, tanah air kampung halamannya, bangsanya demi agama (islam) dan memang tidak lama setelah Rasulullah saw hijrah meninggalkan kampung halaman (nation) nya pada tahun ke 6 hijrah Rasulullah SAW sudah berhasil menakhlukkan kota Mekkah (fathul Makkah) dan kembali bertemu sanak saudara, handai taulan serta tanah airnya.
Penakhlukkan kota Mekkah bukti kecintaan Rasulullah SAW terhadap tanah airnya. Seandainya Rasulullah SAW tidak cinta kepada tanah air kampung halaman dimana Rasulullah SAW pernah lahir dan dibesarkan disana mungkin Rasulullah SAW tidak akan punya rencana menakhlukkan kota Mekkah. Masih banyak kota lain diluar sana yang harus ditakhlukkan. Pertanyaannya kenapa Rasulullah memprioritaskan penakhlukkan kota Mekkah? Itulah salah satu hikmahnya bahwa Rasulullah SAW mengajarkan kita sebagai umatnya untuk tidak meninggalkan tanah air dan kampung halaman meskipun kita sudah menetap jauh dari tanah air.
Jadi jelas bagi kita bahwa Islam dan Nasionalisme tidak bisa dipisahkan dan memang tidak terpisah. Ajaran islam jelas sekali mengajarkan kita untuk mencintai tanah air dan harus berusaha mempertahankan. Dalam islam bagi siapa yang mati dalam mempertahankan harta bendanya (termasuk tanah kampung halamannya atau bangsanya) maka di hukum sama dengan mati syahid. Sejarah sudah membuktikan dan fakta bahwa para pejuang kemerdekaan sejak era Portugis hingga Belanda dan Jepang sebagain besar adalah umat islam (tidak bermaksud menafikan kelompok/golongan yang lain). Darah para syuhada pernah membanjiri bumi Nusantara ini. Mereka berjuang tanpa pamrih dan tidak mengharap apapun juga kecuali hanya keridhoan Allah swt yaitu Surga yang menanti mereka di Akhirat nanti. Ini adalah sesuatu yang tidak bisa dibantah. Hampir semua pahlawan kemerdekaan adalah ulama dan umat islam. Sultan Hasanuddin, Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, Cut Nyak Dien, Teuku Umar, Pangeran Antasari dan banyak lagi yang tidak bisa kita sebutkan disini.
Ini Adalah bukti bahwa Islam adalah Agama yang mengajarkan arti sebuah perjuangan dalam membela dan mempertahankan tanah air. Lebih baik mati dikalang tanah dari pada hidup terjajah, hidup mulia atau mati syahid, merdeka atau mati, adalah slogan yang sudah dibuktikan dengan perjuangan nyata oleh pejuang.
Cukuplah sejarah menjadi bukti tak terbantahkan bahwa, semangat membela tanah air, bangsa dan negara sudah dicontohkan dengan sangat jelas, terang dan gamblang oleh para pahlawan, ulama dan santri dalam mengusir penjajah di bumi Nusantara. Sementara itu, Sejarah peradaban islam semenjak kehidupan Rasulullah saw dan para sahabat selalu mengajarkan semangat cinta tanah air dan bangsa yang dibingkai dengan kecintaan kepada Allah swt dan RasulNya.
“Hai Manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah adalah orang yang paling Taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha Mengenal.”
(QS: Al Hujurat (49) ayat; 13)
“Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, dan Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada ditepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”
(QS: Ali-Imran (3) ayat;103)
Wallahu a'lam bish showwab
Dapatkan artikel terbaru langsung ke email Anda